Kamis, 22 Maret 2012

Ruang Tanda Tanya dan Fakta Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM)??

Perdebatan soal rencana pemerintah menaikkan harga BBM menjadi sekitar Rp 6.000 per liter pada 1 April 2012 kian memanas. Silang pendapat bermunculan di berbagai media dan forum diskusi. Ada yang pro, tapi tidak sedikit pula yang kontra terhadap rencana pemerintah menaikkan harga BBM tersebut. Belakangan istilah 'kenaikan harga BBM' diperhalus menjadi 'penyesuaian harga BBM'.

Kelompok yang 'pro' berargumen bahwa kenaikan harga BBM yang mendekati harga perekonomian merupakan solusi bagi adanya kebocoran subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Jika harga BBM tidak dinaikkan, beban Pemerintah bertambah, subsidi BBM akan membengkak, dan APBN akan jebol karena bertambahnya subsidi BBM itu. Kenaikan harga BBM adalah demi penyelamatan fiskal dan bahwa subsidi itu dinikmati kaum kaya.
Pada bulan Februari 2012 harga minyak mentah dunia sudah 120 dollar AS per barel. Sedangkan, asumsi dalam APBN hanya 90 dollar AS per barel. Artinya, harga minyak mentah dunia lebih tinggi 30 dollar AS per barel dari yang diperkirakan. Konsekuensinya, subsidi BBM yang harus ditanggung pemerintah jika tidak menaikkan harga BBM membengkak dari Rp 123 triliun menjadi 170 triliun. Beban pemerintah bertambah sebesar Rp 46 triliun. Inilah yang dikhawatirkan menjebol APBN.

Sebaliknya, kelompok yang 'kontra' berargumen bahwa kenaikan harga BBM akan membebani hidup kaum miskin meskipun aneka program kompensasi telah disiapkan pemerintah. Kebijakan tersebut justru menciptakan generasi masyarakat miskin baru. Bahkan, bantuan langsung sementara  yang diberikan pemerintah sebagai kompensasi pengurangan subsidi sejatinya narkotika politik. Itu membuat rakyat berhalusinasi bahwa hidupnya tertolong oleh kenaikan harga BBM. Padahal, rakyat menderita akibat ikut naiknya harga bahan pokok dan bantuan langsung sementara hanya menjaga agar dia dapat bertahan dalam penderitaannya. Yang harus diingat adalah pemberian bantuan langsung sementara hanya berlangsung selama 9 bulan dengan nilai sebesar Rp 150.000 setiap bulannya. Lalu setelah 9 bulan?? Bukankah kemiskinan akan berjalan terus?!
Selain rakyat kecil, pengusaha juga tentu akan terpukul dengan kenaikan harga BBM. Biaya produksi membengkak dan akibatnya produk jadi tak kompetitif di pasaran. Alhasil, kenaikan harga BBM akan memperderas arus impor murah dari luar negeri. Daya saing produk bangsa kita akan lemah dibanding dengan produk bangsa lain.

***

Lantas, sebagai akademisi dimanakah kita harus memposisikan diri?? Apakah sebagai yang sekedar 'pro' ataukah ikut-ikutan 'kontra'?!
Tentu bukan itu makna esensinya. Sebagai seorang akademisi yang belajar statistika saya lebih memilih untuk menyandarkan logika pada data dan fakta yang terjadi. Dan inilah kenyataan yang coba saya rangkum dalam tulisan ini:
1. Pertama, kalau kita bicara tentang kenaikan harga minyak dunia, tentunya tidak adil kalau kita cuma melihat dari satu sisi. Seolah-olah bahwa yang terjadi hanya membengkaknya subsidi. Perlu kita ketahui bahwa kita tidak sepenuhnya melakukan impor BBM, ada juga yang kita ekspor. Meskipun memang jumlah ekspor kita lebih kecil daripada impor sehingga kita disebut importir BBM. Namun, arti dari menyinggung ekspor minyak ini adalah sebenarnya kita tidak semata-mata mengeluarkan uang akibat kenaikan harga minyak dunia, tetapi ada juga yang kita terima dari eskpor. Logikanya, jika harga minyak naik maka penerimaan pemerintah dari migas juga naik. Selain itu, penerimaan dari batubara juga ikut naik, sebab biasanya kenaikan harga minyak akan turut serta meningkatkan harga batubara.
Penerimaan migas pemerintah sebenarnya cukup besar. Gambarannya, di APBN 2012 tercantum pendapatan minyak bumi sebesar Rp 113,68 triliun, pendapatan gas alam Rp 45,79 triliun, pendapatan minyak mentah (DMO-Domestic Market Obligation) Rp 10,72 triliun dan PPh migas sebesar Rp 60,9 triliun. Totalnya mencapai Rp 231,09 triliun. Jika harga minyak naik, maka jumlah pemasukan dari migas itu juga naik. Gambarannya, dalam RAPBN-P 2012 pemasukan dari migas itu mencapai Rp 270 triliun. Berarti ada peningkatan pemasukan migas sekitar Rp 40 triliun.
Nah, sekarang kita coba hubungkan. Kan akibat kenaikan harga minyak dunia, subsidi akan meningkat sebesar Rp 46 triliun jika harga BBM tidak turut serta dinaikkan, sedangkan penerimaan migas meningkat sebesar Rp 40 triliun. Artinya, ada kekurangan Rp 6 triliun. Kekurangan sebesar itu bisa dengan mudah ditutup. Dalam APBN 2012, terdapat namanya anggaran untuk kunjungan sekitar Rp 21 triliun. Padahal yang namanya kunjungan selama ini tidak efektif. Silahkan ditarik kesimpulan!!

2. Berdasarkan data hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional Tahun 2010 (SUSENAS 2010), menunjukkan bahwa pengguna BBM bersubsidi 65% adalah rakyat kelas bawah dan miskin, 27% menengah, 6% menengah ke atas, dan hanya 2% orang kaya. Artinya, pengguna BBM bersubsidi mayoritas justru adalah rakyat kecil.Silahkan kembali ditarik kesimpulan!!


Nah, itulah fakta-fakta yang terjadi. Apapun yang nanti diputuskan oleh pemerintah, satu hal yang pasti..Sungguh miris melihat pemberitaan baru-baru ini. Seorang ibu nekat menggorok lehernya sendiri akibat himpitan ekonomi. Hanya orang yang 'buta hati mati rasa' yang tidak bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Tolong, apapun kebijakan itu pakailah hati nurani, posisikan diri kita sebagai mereka. Jangan tanyakan pada orang-orang yang hanya sibuk mengenyangkan perut mereka sendiri!! Tanyakan pada mereka yang baginya 100 perak itu sangat berarti!!


Inilah doa Rasulullah saw:

"Ya Allah, barangsiapa memiliki hak mengatur suatu urusan umatku, lalu ia memberatkan/menyusahkan mereka, maka beratkan/susahkan dia, dan barangsiapa memiliki hak mengatur suatu urusan umatku, lalu ia memperlakukan mereka dengan baik, maka perlakukanlah ia dengan baik". (HR Ahmad dan Muslim)

4 komentar:

  1. mantap...saya tunggu analisa selanjutnya...Keep Posting Bro...

    BalasHapus
  2. dari data yang saya dapat, jika harga BBM tidak dinaikkan (disesuaikan) beban APBN untuk membiaya subsidi (BBM dan listrik) akan mencapai 68,3 triliun. Rinciannya: 55 triliun untuk subsidi BBM dan 13,3 triliun untuk listrik. Defisit APBN dapat dipastikan akan di atas 3 persen (yang ditetapkan undang-undang). Memang ada beberapa opsi yang mungkin dapat ditempuh pemerintah untuk menutupi defisit APBN tanpoa harus menaikkan harga BBM. Tapi, saya yakin Pemerintah dengan tim ekonominya sudah mengkaji semua opsi-opsi itu. Dengan lain perkataan, keputusan untuk menaikkan harga BBM nampaknya pilihan terbaik meskipun pahit. Penting untuk diperhatikan TDL erat kaitannya dengan harga BBM.

    BalasHapus